cover depan buku Attached

Attached oleh Amir Levine: Menguak Kenapa Orang Gagal dalam Relationships dan Cara Mengatasinya

Apakah kamu merasa ada pola yang enggak bener dalam kehidupan percintaanmu? Kayak kamu merasa terus-terusan mencari “the one” atau terlalu clingy sama pasangan? Attached oleh Amir Levine dan Rachel S.F. Heller bisa jadi “solusi” atas masalahmu.

Aku baca Attached karena pengin tahu “the sciencebehind romantic relationships. Dan, buku ini adalah gambaran yang efektif dan praktikal yang membuatku bisa lebih aware terhadap perilakuku sendiri dan (calon) pasangan dalam menjalani suatu hubungan.

Attached: The New Science of Adult Attachment and How It Can Help You Find—and Keep—Love

cover depan buku Attached oleh Amir Levine dan Rachel S.F. Heller

Penulis: Amir Levine dan Rachel S.F. Heller
Jumlah halaman: 304
Tahun terbit: 2010
Penerbit: Tarcher
Rating dari aku: 4.5/5
Harga: Rp. 246.000 (Beli di sini)
Aku baca di: Kindle (beli waktu Kindle Deals harganya Rp. 30.062)

Resensi Buku Attached oleh Amir Levine dan Rachel S.F. Heller

Attached cocok buat orang yang lagi berjuang cari pasangan yang tepat atau mempertahankan hubungan dengan pasangannya saat ini. Menurut buku ini, setiap orang punya pola masing-masing dalam menjalani romantic relationships, dan pola ini bisa dikategorikan jadi 3 :

  • Secure. Orang-orang yang nyaman dengan keintiman (kedekatan secara fisik dan emosional dengan orang lain). Tipe orang yang hangat dan perhatian.
  • Avoidant. Orang-orang yang kurang suka dengan keintiman, karena mereka mikir bakal kehilangan kemandiriannya.
  • Anxious. Orang-orang yang terlalu mengharapkan keintiman, jadi mereka tend to be clingy sama pasangannya.

Dalam buku ini juga disebutkan kalau tipe Avoidant dan Anxious adalah insecure styles.

Yang Aku Suka

Buku ini memuaskanku dengan penjelasan sainsnya yang detail dan berbagai contoh kasus hubungan. Pembaca diajak menelusuri teori-teori tentang romantic relationships dan berbagai studi kasus dari berbagai macam orang. Amir Levine adalah seorang psychiatrist dan neuroscientist, tho, enggak heran.

studi kasus relationship dalam buku Attached

Attached membuatku sadar atas “kesalahan-kesalahan” yang aku buat selama mencari partner dan korelasi antara my upbringing dan bagaimana aku memandang romantic relationships.

Selain itu, ada tabel exercise dan journaling prompts yang membuat kita (dan pasangan) bisa refleksi tentang what works and doesn’t dalam hubungan yang ada.

journaling prompts tentang attachment style dalam buku Attached

Bahasanya juga straightforward dan, menurutku, mudah dipahami, terlebih lagi seringnya kita dikasih studi kasus dulu, baru penulis ngasih penjelasan dan teori yang relevan.

Hal ini juga didukung sama layout-nya yang super readable. Penulis pakai bullet points, tabel, grafik, dan callout boxes buat menekankan informasi atau tips penting.

Yang Aku Kurang Suka

Buku ini menyebutkan bahwa mereka enggak menganggap attachment style tertentu sehat atau enggak.

What’s more, the theory doesn’t label behaviors as healthy or unhealthy. None of the attachment styles is in itself seen as “pathological”. But are such behaviors effective or worthwhile? That’s a different story.

Tapi, aku merasakan ada kecenderungan yang sangat kuat pada Secure pas baca buku ini.

Setelah aku ambil tes attachment styles, aku tahu aku Avoidant. Dan aku merasa buku ini menganggap tipe Avoidant adalah seorang antagonis, Anxious adalah “tuan puteri” yang rapuh, dan Secure adalah seorang pahlawan.

Penjelasan dan hasil risetnya sebenarnya makes sense karena membuktikan Avoidant adalah orang yang enggak pernah merasa cukup, enggak perhatian, dan sejenisnya. But, not gonna lie, aku merasa benar-benar tersudutkan.

Apalagi, setelah coba tes attachment styles itu, report-nya bilang kalau ada “sisi positif” dari insecure styles (Avoidant dan Insecure).

Sumber: Newsletter The Attachment Project

Misal, Avoidant enggak bakal demanding sama partner-nya, respek boundaries, dan punya kepercayaan diri. Sedangkan, Anxious bisa membuka diri dan puts a lot of effort into the relationship.

See? Ketika narasinya berubah (yang enggak melulu buruk kayak yang aku baca di buku), aku jadi merasa lebih optimis terhadap diriku sendiri dan menimbang mana yang sebaiknya aku improve ketika akan menjalin hubungan dengan orang lain.

Rangkuman Buku Attached oleh Amir Levine dan Rachel S.F. Heller

Sebelum baca buku ini, aku rekomendasikan kamu melakukan test Attachment Styles ya, biar lebih relate sama informasi yang ada.

Asal Teori Attachment

Teori tentang attachment styles dimulai dari penelitian John Bowlby, seorang psikologis dari Inggris tahun 1950an lalu. Penelitian ini bilang kalau hubungan kita pas masih kecil sama orang tua berpengaruh pada masa dewasa kita.

Terus, ternyata kebutuhan untuk menjadi dekat sama orang yang spesial (orang tua, pasangan, atau anak kita) udah ada dalam otak kita sejak lahir. Disebutnya attachment system. Enggak heran makanya bayi jadi nangis ketika ibunya jauh.

Infants who had all of their nutritional needs taken care of but lacked an attachment figure showed stunted physical, intellectual, emotional, and social development.

Previous romantic experiences juga berpengaruh terhadap attachment style kita.

Penjelasan Lebih Detail Mengenai Tiga Attachment Styles

SecureAnxiousAvoidant
KarakteristikHangat dan penyayangTerlalu invested sama hubungannya, dan memakan sebagian besar emotional energy-nyaKarakMenyamakan keintiman dengan hilangnya kemandirian.
Kenapa seseorang bisa punya attachment style ini?Orang tuanya sensitif terhadap kebutuhan anaknya, responsif, dan siap sedia.Orang tuanya responsif, tapi enggak konsisten.Orang tuanya “jauh” dan enggak responsif.
Sikap– Mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaannya secara efektif kepada pasangan
– Siap sedia buat pasangannya ketika dibutuhkan
– Sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil pada perilaku atau mood pasangan (Take things too personally)
– Cenderung salah menginterpretasi keadaan emosional pasangan
– Sebenarnya punya attachment needs tapi secara aktif menekannya.
– Enggak mengkomunikasikan dengan baik ketika pasangannya merasa dia distant.
High alert of any signs of control.

Attached membeberkan “penyakit” yang dimiliki Anxious, namanya Protest Behavior. Istilah ini merujuk ke kebiasaan buruk yang ia lakukan buat mendapat perhatian dari pasangannya, kayak:

  • Mengontak pasangannya secara terus menerus (calling/texting too many times).
  • Memanipulasi pasangan (tiba-tiba sok sibuk dan unapproachable).
  • Membuat pasangannya cemburu.
  • “Membalas” perilaku pasangan (kalau pasangannya enggak kasih kabar 1 hari, dia juga ngebalas gitu).

Avoidant juga punya beberapa “penyakit” yang disebut Smoking Guns, diantaranya:

  • Mengirim “sinyal” yang berubah-ubah.
  • Ngimpi terus soal ideal relationship dan “the one” (enggak merasa cukup sama pasangan atau orang yang suka dia) karena kebanyakan baca buku romance macam The Last Tang Standing.
  • Menganggap pasangannya terlalu sensitif atau needy.

Kalau Secure, mereka termasuk aman-aman aja karena mereka adalah “role model”. Masalah si Secure ini adalah mereka akan sulit keluar kalau udah terjebak di hubungan yang negatif. They really want to work things out.

Matriks yang membedakan jenis-jenis kemelekatan

Apa Jadinya Kalau Avoidant dan Anxious Menjalani Hubungan?

Mereka bakal sering clash karena “kebutuhan intimacy”-nya beda. Anxious pengin dekat, Avoidant lebih menjunjung independence.

When the two people in a couple have colliding intimacy needs, their relationship is likely to become more of a storm-tossed voyage than a safe haven.

Salah satu tanda kamu terjebak di hubungan ini adalah hubungan kamu terasa kayak roller-coaster — emosi naik turun signifikan. Anxious akan selalu merasa kurang dan salah, dan pasangan ini akan sering fight bahkan buat hal-hal yang enggak perlu ditengkarkan.

Jadi, sebenarnya hubungan Avoidant-Anxious kurang direkomendasikan, tapi ada beberapa “solusinya” to make things work:

  • Cari inspirasi dan informasi dari Secure di sekitarmu — amati dan tiru.
  • Deskripsikan hal-hal yang membuatmu cocok dalam hubungan itu.
  • Berkompromilah dan kurangi ekspektasi buat mengurangi konflik.
  • Cari teman lain buat aktivitas-aktivitas yang enggak bisa kamu lakukan bareng pasanganmu.

Cara Meningkatkan Relationship Skills Kita

Prinsip-prinsip komunikasi yang efektif berdasarkan Attached adalah:

  • Jujur dan tulus pada perasaanmu sendiri.
  • Fokus pada kebutuhanmu. Tipsnya adalah pakai kata kernya “butuh”, “ingin”, dan “merasa”, misalnya, “Aku merasa rendah diri pas kamu mendebatku di depan teman-temanmu. Aku pengin kamu respek opiniku.”
  • Katakan secara spesifik dan gamblang.
  • Jangan menyalahkan pasanganmu dan membuatnya merasa enggak kompeten atau egois.
  • Bersikaplah tegas.

Contoh kasus:

Pasanganmu selalu bikin acara at the last minute.

❌ Bilang ke dia kalau kamu sibuk setiap kali dia begitu, jadi biar dia belajar untuk bikin rencana in advance.

☑️ Jelaskan kalau kamu enggak nyaman kalau acara mendadak, dan prefer untuk schedule pertemuannya jauh-jauh hari.

Tips untuk Avoidant:

  • Sadar diri kalau kamu emang butuh space, dan jelaskan ke partner-mu kalau kamu butuh waktu untuk sendiri and there’s nothing wrong with him/her.

Tips untuk Anxious:

  • Hindari Protest Behavior

Cara Menemukan Pasangan yang Cocok

  • Temukan Smoking Guns sedari awal dan perlakukan itu sebagai deal breakers.
  • Komunikasikan kebutuhanmu dari awal.
  • Yakinlah bahwa ada partner yang potensial di luar sana.
  • Jangan salahkan dirimu sendiri ketika ada perlakuan yang offensive dari calon pasangan.
  • Yakinlah kamu berhak diperlakukan dengan baik.

In dating situations, your thinking will shift from “Does he or she like me?” to “Is this someone I should invest in emotionally? Is he or she capable of giving me what I need?” Going forward with a relationship will become about choices you have to make.

Selain itu, Anxious perlu menghindari Activating Strategies (pikiran atau perasaan yang memaksamu untuk harus terus dekat sama pasangan/calon) :

  • Selalu berpikir tentang dia dan sulit berkonsentrasi ke hal yang lain.
  • Hanya mengingat kebaikan-kebaikannya aja.
  • Meremahkan potensimu dan melebih-lebihkan dia.
  • Percaya kalau sama dia hanyalah satu-satunya meski dia memperlakukanmu buruk.

Di lain sisi, ada catatan juga buat Avoidant untuk menonaktifkan Deactivating Strategies (kebiasaan yang menjauhi keintiman) :

  • Mengatakan kamu enggak siap dengan komitmen meski setelah bertahun-tahun menjalani hubungan.
  • Terlalu fokus sama kekurangan-kekurangan kecil dari partner/calon (cara dia makan, berpikir, dll).
  • Menghindari kedekatan secara fisik.
  • Mikirin mantan terindah mulu.
  • Berpikir untuk mencari “the one”.
  • Menarik diri ketika hubungan baik-baik saja (tiba-tiba enggak telepon, dll).

Being avoidant isn’t really about living a self-sufficient life; it’s about a life of struggle involving the constant suppression of a powerful attachment system using deactivating strategies.

Tips Menjalani Hubungan secara Secure

Penjelasan ilmiah mengenai dependency
  • Pastikan kamu berada di sisinya. Izinkan pasangan buat depend on you dan memastikan kabarnya dari waktu ke waktu.
  • Jangan mengintervensi. Izinkan mereka untuk melakukan hal-hal yang dia mau, tanpa mengambil alih, micromanage, dan menurunkan kepercayaan dirinya.
  • Semangati pasanganmu. Rayakan progress mereka.

One of the most important roles we play in our partner’s lives is providing a secure base: creating the conditions that enable our partners to pursue their interests and explore the world in confidence.

Kesimpulan

All happiness or unhappiness solely depends upon the quality of the object to which we are attached by love. So choose wisely when you are getting involved with someone, because the stakes are high: Your happiness depends on it!

Kalau kamu memutuskan untuk menjalin hubungan, pilihlah pasangan dengan hati-hati karena mereka akan mempengaruhi segala aspek kehidupanmu.

Maka dari itu, sangat penting untuk mengetahui dirimu sendiri dan kebutuhanmu pas menjalani romantic relationship. And I think, reading Attached dan tahu attachment style-mu bisa jadi permulaan yang baik.

A relationship, from an attachment perspective, should make you feel more self-confident and give you peace of mind. If it doesn’t, this is a wake-up call!

dari aku yang masih belajar membangun secure relationships,

everlideen
Share this post via: