KIM JI-YEONG, LAHIR TAHUN 1982
Penulis: Cho Nam-Joo | Jumlah halaman: 192
Harga: Rp 58.000 | Rating 4,5/5
Baca buku ini karena kepo sama kontroversinya di Korea Selatan. Bahkan Irene Red Velvet yang baca buku ini aja dihujat penggemar. Memang, kalau ngomongin data, Korea Selatan punya jurang ketidaksetaraan gender yang menganga dan membuat trauma para wanita.
Di sinilah Cho Nam-Joo menguak semua realita yang ada.
Sinopsis Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982
Buku ini menceritakan jalan hidup seorang perempuan bernama Kim Ji-Yeong (Well, emang ketebak dari judulnya ya). Dia berjuang di antara institutionally sexist world.
Mulai dari lahir “enggak diharapkan” soalnya dia perempuan, di sekolahnya terdiskriminasi, di pekerjaan pun juga. Dia, dan temen-temen perempuannya, dipandang lebih enggak mampu daripada pekerja laki-laki. Kemudian, merelakan kecintaannya terhadap karir dengan jadi ibu rumah tangga.
Kim Ji-Yeong akhirnya jadi depresi dan bertingkah aneh.
Resensi buku Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982
Yang aku suka dari novel ini
- Pembuka dan penutup yang bikin emosi
Karena menceritakan jalan hidup seseorang, jadinya kayak baca biografi dengan sentuhan fiksi. Menurutku, novel ini punya pembuka yang kuat.
Instead of menceritakan Kim Ji-Yeong pas kecil duluan, si penulis mengetuk hati pembaca lewat keadaan perempuan ini pasca menikah. Keliatan dari surface-nya, rumah tangga Kim Ji-Yeong sama suami keliatan kayak couple goals. Tapi, ternyata Kim Ji-Yeong depresi gara-gara banyaknya tekanan.
Dia menjadi orang lain. Kayak kerasukan gitu. Dan, tiba-tiba jadi vokal soal bagaimana si menantu perempuan harus selalu menghabiskan perayaan di tempat sang suami.
See, kalau baca pasti kamu awalnya jadi ikutan emosi!
Nah, belum lagi di bagian akhir.
Setelah tau gimana perjuangan Kim Ji-Yeong sebagai perempuan selama hidupnya, rasanya semakin enggak adil pas di bagian akhir melalui sudut pandang psikiaternya dia. Seorang laki-laki usia 40 tahun, yang menyebut dirinya “bukan pria biasa”, ternyata punya perspektif yang sama aja soal perempuan.
Dia berpikir perempuan itu membingungkan dan “hanya akan menimbulkan banyak kesulitan.”
- Menyuarakan batin perempuan
Aku yakin sih, enggak hanya di Korea Selatan diskriminasi terhadap perempuan itu ada. Di seluruh dunia! Bahkan SDGs (Sustainable Development Goals) yang digagas sama banyak bangsa ini salah satu indikatornya adalah kesetaraan gender.
Ini ngebuktiin kalau gender equality itu isu global yang secara statistik bisanya dicapai nanti 99.5 tahun lagi 🙂
Salah satu cara biar semua melek isu itu ya bisa melalui novel ini! (Sounds anak sastra banget, nggak? wkwkw). Setelah buku ini meluncur, dijadiin film juga yang diperankan sama si ganteng Goblin Gong Yoo. Kemudian, kedua produk budaya ini akhirnya bikin para perempuan di Korsel lebih vokal lewat aksi #MeToo atau #WithYou movement.
Praktik misoginis vividly tergambarkan. Entah sama mertuanya ibu Kim Ji-Yeong soal anak perempuan yang terpinggirkan atau cewek di kereta yang menyebut “orang berkeliaran di kereta bawah tanah dan masih ingin punya anak.” HM!
Gimana mau mau mencintai diri sendiri, kalau haters-nya banyak banget.
Dan, yang paling relatable adalah “enak ya jadi perempuan, dapat cuti melahirkan, dll”. Aku belum hamil sih, tapi ini mirip sama cowok yang bilang “enak ya enggak puasa”. Aku cuma pingin bilang:
Well, kalau gitu kamu juga boleh kok ngerasain perut mules yang rasanya kayak dipelintir waktu datang bulan, dengan tubuh pegel-pegel dan sakit semua.
Belum lagi gap di lingkungan sosial dan pekerjaan, yang memandang perempuan itu less than laki-laki.
Yang aku kurang suka dari novel ini
Menurutku, gaya penulisannya agak dry dan terkesan kaku.
Memasukkan riset-riset memang bagus untuk bikin plot kerasa real, cuman terlalu eksplisit. Jadinya berasa baca buku biografi yang banyak jurnalnya macam buku kuliah. Beberapa part dialog cenderung boring apalagi settingnya di kehidupan sehari-hari gitu kan.
Atau, mungkin karena aku bacanya yang versi terjemahan? Harusnya sih enggak.
Tapi overall, buku ini sangat rekomen. Enggak hanya cewek yang bisa bikin mereka semakin melek soal kenyataan, tapi juga buat cowok. Buku ini bisa bantu kamu menjadi pasangan yang baik, menurutku di sini karakter Jeong Dae-hyeon SANGATLAH patut ditiru. Menjadi laki-laki yang feminin dan feminis itu beda 😉
Dari diriku yang juga perempuan,
Comments
4 responses to “[Resensi Buku] Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982 oleh Cho Nam-Joo”
Halo kak Everldeen! Membaca novel ini sungguh menyegarkan, apa lagi buat aku yang bukan perempuan. Jadi membuka kacamataku terhadap pandangan dan apa yang banyak diterima perempuan. Setelah dipikirin, aku belum nemu tema yang pas untuk novel ini. Menurut kak Everlideen tema novel ini itu apa ya?
Halo! Terima kasih sudah mengunjungi blog-ku. Senang sekali dengarnya kakak sebagai laki-laki membaca buku ini! Menurut saya lebih ke feminisme, ya.. Karena secara tidak langsung buku ini membangun kesadaran tentang kesetaraan gender. Hope it helps!
Lidinn mantap resensinya, jelas dan emang menggambarkan isi buku ini. Kalau aku pribadi baca buku ini habis nonton filmnya sih jadi mungkin imajinasinya udah dibatasi sama film, tapi setelah baca buku ini jadi lebih paham sama pemikiran Kim Ji-young ini, dan mungkin bakal lebih relate sama doi kalau udah umur 30-an hehe
Thank you, wahai tukang tidur 🙂 Wkwkwk kebalikan, jadi kepo sama filmnya akuuu. Katanya nyesek juga 🙁 betul… kayaknya itu general issues nya perempuan around the world 🙂