Banyak yang bilang kalau umur 20an itu belum cukup dewasa. Sebutannya adalah kidults (kid adults) atau not-quite adults kalau di buku The Defining Decade oleh Meg Jay ini. Nyatanya, umur segini adalah masa yang paling krusial buat menentukan atau memulai segala keputusan: dalam area profesional, hubungan romansa, ekonomi, sama reproduktivitas.
Namun, mayoritas orang-orang umur 20an hidup dalam ketidakpastian dan kecemasan. No idea what they’ll be doing. Tapi, enggak segera mengambil keputusan juga enggak bagus.
But not making choices is a choice all the same.
Karena itulah, buku ini ngasih guidelines di area-area terpenting umur 20an:
- Pekerjaan
- Cinta
- Otak dan tubuh
Mini resensi The Defining Decade oleh Meg Jay
Buku ini adalah jawaban dari semua kegalauan orang-orang umur 20an. Tentang mencari pekerjaan, pasangan, dan petunjuk umur 20an in general. Terdengar sangat ilmiah berkat dukungan berbagai sumber pendukung, kayak kliennya, jurnal-jurnal sebelumnya, dan wawancara dengan ilmuwan terkait.
Pertama kali baca yang bagian Pekerjaan, aku merasa hampir semua argumen dan penjelasan Meg Jay masuk akal. Sebagai anak umur 20an juga, yang memulai karir lebih awal daripada teman-temanku, aku sering dapat pertanyaan tentang cara mencari kerja yang tepat dan memulai karir. Di bagian ini, aku enggak bisa berhenti meng-highlight atau underline pernyataannya si penulis karena I’LL SAVE THAT LATER TO ANSWER MY FRIENDS’ QUESTIONS. LOL.
Terus, lanjut ke bagian tentang Cinta. Well, it hit me hard in a bad way. Karena, meskipun aku sangat terencana soal karir, aku know nothing about love. Bagian ini agak disindir banget sih rasanya. But, that’s fine everyone has his/her argument.
Rangkuman The Defining Decade oleh Meg Jay
Pekerjaan
Membentuk Identitas
Identity capital adalah aset personal atau investasi pada diri sendiri. Hal-hal yang kita lakukan dengan cukup baik, cukup lama, dan jadi bagian dari diri kita. Atau bisa disebut juga sebagai pengalaman profesional
Orang-orang umur 20an yang belajar eksplor identitasnya dan berkomitmen buat membangun identitas ini jadi pribadi yang lebih percaya diri, realistis, dan gigih. Namun, enggak sedikit yang malah mengalami krisis identitas.
Dalam buku ini, Meg Jay bilang cara “keluar dari” krisis identitas adalah dengan eksplor. Mencoba hal-hal yang kita tertarik.
The one thing I have learned is that you can’t think your way through life, The only way to figure out what to do is to do—something.
Membangun koneksi sama “orang-orang asing”
Di sini, Meg Jay menyebutnya dengan “weak ties” atau orang-orang yang kita pernah ketemu, tapi enggak akrab-akrab banget.
Orang-orang inilah yang lebih mendatangkan kesempatan pekerjaan daripada teman-teman deket yang kita sering hahahihi bareng. Contohnya, mantan bos atau dosen di kampus.
Our strong ties feel comfortable and familiar but, other than support, they may have little to offer.
Kebanyakan orang mengasosiasikan networking sama orang dalam. Well, harusnya lebih tepatnya adalah orang dalam dengan effort. Enggak ada yang salah kok berusaha memperbesar peluang dapat pekerjaan dengan kenalan sama orang-orang di bidangnya lebih awal.
Mencari pekerjaan yang cocok
Terlalu banyak opsi kadang bikin bingung. Sebenarnya, pekerjaan apa yang aku sukai?
Tapi, sebenarnya kita udah punya lho ketertarikan dan pengalaman. Hidup selama 20 tahunan itu pasti memberi “suatu pattern“. Meg Jay menyebutnya the unthought known. Sesuatu yang kita tahu tentang diri kita, tapi kita lupa, denial, atau enggak berani melakukannya karena “kata orang”.
When we make choices, we open ourselves up to hard work and failure and heartbreak, so sometimes it feels easier not to know, not to choose, and not to do. But it isn’t.
Kita takut meneruskan mimpi itu karena kalau kita melakukannya dan pada akhirnya kita enggak berhasil, kita menganggapnya buang-buang waktu. Padahal….
It won’t be gone. It will be better informed.
Media sosial bukan cerminan kehidupan
Media sosial membuat kita harus “bertarung” enggak hanya sama teman dan tetangga, tapi sama orang-orang yang kita temui di internet. Membuat kita merasa harus punya pekerjaan yang WOW, harus bahagia selalu.
If we only wanted to be happy, it would be easy; but we want to be happier than other people, which is almost always difficult, since we think them happier than they are.
Yang kadang kita sering enggak sadar adalah orang-orang nyimpan masalah mereka dalam-dalam. (Or, at least share those on their second account lol).
I think the fact that I never felt like I was better than those around me, and that I was just focused on learning and getting results, is what has lead me to better and better things at my company.
Cara menjadi autentik
Seringkali, kita pengin profesi yang unik. Enggak 9-to-5 jobs, enggak kayak semua orang. Ini biar kita bisa punya “cerita yang berbeda” dari kebanyakan orang.
Tapi, membangun “cerita” yang bagus dalam dunia kerja diawali dengan membangun pengalaman pada suatu bidang dan keterampilan. Barulah kita bisa cerita background dari pengalaman kita. Dan bukan sebaliknya. Berfantasi ria dulu baru menentukan keterampilan.
I know that the way to live a good life is to pursue things that are not only interesting to you but that make sense.
Cinta
Pentingnya membangun hubungan
Orang-orang umur 20an yang dikelilingi sama para jomblo hampir selalu menghindari komitmen. Mereka berpikir kalau hubungan adalah hal yang enggak bisa kita kontrol. Kebanyakan juga udah pada familiar sama perceraian. Jadi, sebagian besar dari mereka bakal menunda pernikahan.
But doing something later is not necessarily the same as doing something better.
Ketika udah umur 30, kebanyakan bakal bingung. Merasa ketinggalan. Dan akhirnya menikahi orang secara terburu-buru atau yang paling dekat sama kita saat itu.
Padahal, memilih pasangan adalah salah satu keputusan yang sangat krusial dalam hidup. Soalnya, hidup kita nanti akan berputar sama orang itu nantinya, kayak gaya hidup, keluarga di masa depan, sampai kematian.
Kumpul kebo
Ini adalah metode “favorit” yang banyak dilakukan orang Barat buat ngetes pernikahan. Tapi, Meg Jay bilang kalau ini adalah miskonsepsi.
Pasangan yang tinggal bareng sebelum nikah cenderung merasa kurang puas sama pernikahan mereka. Dan punya kemungkinan buat cerai lebih tinggi.
Kecuali mereka yang udah mengumumkan engagement. Pasangan ini akan lebih serius soal anak, biaya rumah, dan lainnya.
Mereka yang tinggal bareng sebelum “mengikat” cenderung melihat hubungan sebagai “having fun“. Pasangan tipe ini juga bakal go with the flow aja, dan cenderung merasa malas buat keluar dari hubungan itu meskipun mereka udah enggak cocok. Soalnya, mereka udah terlanjur “investasi” waktu, tenaga, dll.
Persamaan
Kita sering dengan opposite attracts. Tapi, nyatanya, semakin mirip kita sama orang, semakin bisa kita mengerti mereka. And this is a good thing in marriage: menemukan orang yang mirip kita.
Kemiripan yang kita cari bukan tentang penampilan atau kepintaran, tapi lebih ke kepribadian. Salah satu model kepribadian yang dimaksud adalah The Big Five:
- Openness (Keterbukaan)
- Conscientiousness (Kehati-hatian)
- Extraversion (Kemampuan bergaul)
- Agreeablenss (Sifat menerima)
- Neuroticism (Kemampuan menahan tekanan)
Nah, seringkali adalah kita suka/enggak suka seseorang karena kepribadian orang tersebut “terlalu berbeda” sama kita.
Pastilah sulit nemu orang yang cocok sama kita 100%, tapi semakin mirip kepribadianmu sama pasangan, hubungan tuh bakal makin muulusss.
Pikiran dan fisik
Otak kita berkembang dari bawah ke atas dan belakang ke depan.
- Bagian tertua otak kita masih “mirip” sama nenek moyang. Otak bagian ini mengontrol soal nafas, emosi, pleasure, lapar, ngantuk (tendensi binatang).
- Bagian terbaru (the frontal lobe) mengatur pikiran, keseimbangan (forward thinking).
Nah, bagian terbaru ini belum berkembang sepenuhnya sampai kita umur 20-30an. Makanya, kita masih sering bingung buat logic thinking dan merasakan berbagai adult dilemmas.
Sama aja kayak golden age anak-anak umur 0-5. Paling cocok buat belajar bahasa, menyerap ilmu, dll. Nah, kita yang umur 20an, this is our golden age to master life skills, kayak cara mencari kerja, memilih pasangan, dan jadi orang tua.
Tapi, perkembangan otak enggak hanya terjadi karena umur, tapi juga praktik dan pengalaman. Kalau kita enggak mengasah, ya golden age-nya akan terlewat gitu aja.
The twenties are, indeed, the time to get busy. It’s forward thinking for an uncertain age.
Makanya, Meg Jay menyarankan buat:
- Coba hal baru, biar otak kita merekamnya. Biar kalau ada yang enggak baik, kita bisa belajar dan berubah.
- Mengontrol pikiran dan perasaan negatif. Jangan keburu-buru ganti pekerjaan when you don’t FEEL like it atau menekan perasaan hingga menyebabkan stres.
- Memilki growth mindset. Percaya kalau kita bisa berkembang.
- Berdedikasi pada suatu bidang selama 10,000 jam. Karena natural talents are just myhts 😉
Melanjutkan keturunan
Salah satu keputusan paling krusial di umur 20an. Karena saat ini adalah masa suburnya cewek dan cowok.
Berkaitan soal kesuburan, “batas” cewek yang lebih populer. Melahirkan di umur 35 atau lebih bakal punya risiko yang lebih besar. Tapi, sperma dari cowok yang lebih tua juga bakal menyebabkan autisme, dyslexia, dan tingkat intelegensi anak yang rendah.
Memang makin banyak sih pasangan yang memilih enggak punya anak. Tapi, banyak juga pasangan yang enggak punya anak karena “accident“. Mereka terlambat, udah terlanjur enggak subur.
Kesimpulan
Inti dari buku The Defining Decade oleh Meg Jay ini adalah: manfaatkanlah waktu kita di umur 20an ini! Sebaiknya jangan menghindari masalah, isu, atau hal-hal penting lainnya pada umur 20an.
Because you’re in your twenties. Your brain can change. Your personality can change.
Terus, jangan sampai terjebak YOLO (You only live once) dengan having fun teruusss. Enggak mempedulikan kalau waktu akan terus bergerak, enggak punya pekerjaan tetap, enggak peduli sama tanggung jawab. Poin-poin ini udah jadi bagian dalam periode kita. Bukan lagi di masa depan.