terlalu keras pada diri sendiri_everlideen

Terlalu Keras Pada Diri Sendiri: Ciri-ciri, Alasan, dan Cara Mengatasinya

Beberapa hari yang lalu, aku membuat IG story tentang terlalu keras pada diri sendiri. Ternyata, banyak teman-temanku merasakan hal yang sama. They think they’re not good enough.

Cerita ini dimulai ketika aku meeting bersama manager (orang Amerika). Aku merasa aku enggak bisa menulis dengan baik karena mendapat skor di bawah standar beberapa kali saat itu.

Note: Biasanya, setelah aku menulis artikel, aku akan mendapat skor dan feedback.

Lalu, dia tanya. Emang, berapa skor rata-ratamu sekarang? Aku menjawab 4.1 (dari standar 4). Kemudian, dia berkata, “See, that’s good! You exceed the score. Now, you’re being too hard on yourself.” Dan aku berkata pada diriku sendiri, “Am I?”

Tanda-tanda kita terlalu keras pada diri sendiri

  • Sulit menerima pujian orang lain.
  • Percaya kalau kita enggak sebaik, seproduktif, seoke itu kayak yang orang lain pikirkan (imposter syndrome).
  • Menganalisis terlalu dalam tentang perbuatan kita sebelumnya atau masa lalu. Seharusnya bisa begini begitu.
  • Terlalu mengkritik diri sendiri atas kesalahan yang sebenarnya enggak fatal-fatal amat.
  • Fokus pada gol atau hasil yang belum tercapai aja.
  • Enggak memberikan waktu buat self-care dan istirahat.

Kenapa kita terlalu keras pada diri sendiri?

Rendahnya self-compassion

Self-compassion berkaitan sama sikap positif dan pengertian terhadap diri sendiri, terutama pas kita merasa “buruk” (gagal, kecewa, sedih, dan sejenisnya).

Ada 3 komponen utama dalam self-compassion:

  • Self-kindness. Enggak nge-judge diri sendiri melulu.
  • Common humanity. Menyadari bahwa manusia enggak ada yang sempurna. Jadi, wajar kalau kita bikin salah.
  • Sepenuhnya sadar akan the present moment. Termasuk pikiran, perasaan, dan sensasi lainnya yang ada dalam tubuh.

Orang yang memiliki self-compassion akan memahami how he/she should react to negative thoughts. Sebaliknya, self-compassion yang rendah mengakibatkan seseorang menjadi terlalu kritis terhadap dirinya sendiri dan rendahnya kepercayaan diri, yang berujung pada kesehatan mental yang rendah.

Upbringing

Manusia enggak dilahirkan dengan negative thoughts. HHAHA. We “learn” along the way.

Pikiran negatif bisa aja hasil dari orang tua yang selalu mengkritik kita, guru yang marah-marahi kita atau membanding-bandingkan kita dengan siswa yang lain, atau bahkan saudara dan teman sendiri yang suka nge-bully.

Situasi ini akan menghasilkan childhood trauma dan kita merasa salaaah atau kuraaang mulu.

tiger parent mempengaruhi si anak menjadi terlalu keras pada diri sendiri
Tiger parent

Ini juga berkaitan sama cerita manager di atas: kenapa meng-highlight kalau dia adalah orang Amerika. Karena sebagai masyarakat Asia, generally, orang tua kita akan expect lebih, strive for perfection. Bahkan ada istilahnya: tiger parenting.

Media sosial

Kita yang merasa harus selalu push our limits dan merasa kurang mulu juga bisa diakibatkan media sosial. Kita sering membanding-bandingkan diri dengan “kehidupan sempurna” orang lain di media sosial.

Cara mengatasi sikap terlalu keras pada diri sendiri

Terlalu kritis pada diri sendiri bisa mengakibatkan banyak hal negatif, kayak berkurangnya motivasi dan kontrol diri, dan meningkatnya kebiasan menunda-nunda.

Maka dari itu, mari kita berproses buat mengatasi “masalah” ini dengan cara:

Count our wins

gratitude journal sebagai cara mengatasi sikap terlalu keras pada diri sendiriPersonally, aku berusaha menulis things I’m grateful for or proud of each day di jurnalku. Jadi, sebelum tidur aku bisa memikirkan hal-hal baik daripada fokus sama kesalahan-kesalahanku. It can as simple as “Akhirnya aku mencuci kaos kaki” atau “selesai menulis 1 artikel”.

Melihat perspektif orang lain kepada diri kita

Tanda-tanda being so hard on ourselves adalah imposter syndrome.

Kalau begitu, mari kita benar-benar mendengar apa yang orang lain lihat dari kita. Pas orang lain bilang kalau kita berbakat, have our lives together, punya sesuatu yang enggak mereka punya, kayaknya kita bolehlah kasih pujian pada diri sendiri.

Personally, aku menyimpan screenshots dari orang-orang yang memujiku. It can be about my personality, blog, and video editing skill. Aku menyontek tips ini dari buku Steal Like An Artist oleh Austin Kleon.

Memahami kalau kita enggak bisa maksimal setiap hari

Ini berkaitan sama meeting yang aku lakukan bareng manager-ku itu.

Dia berkata bahwa hasil pekerjaan sangat berkaitan erat sama energi, mood, dan keadaan sekitar kita. Misal, ada sanak famili kita meninggal, kita habis putus, atau kita sakit. Pada fase-fase kayak gini, wajarlah hasil kita enggak maksimal.

mengetahui mood membantu mengatasi sikap terlalu keras pada diri sendiri
Setiap hari, mood kita bisa berganti-ganti

Tips ini berkaitan sama komponen self-compassion tentang common humanity. Manusia enggak ada yang sempurna. Wajar sekali kalau kita melakukan kesalahan, jadi tak perlulah terlalu keras pada diri sendiri dan menyalahkan kita terus-terusan.

Melihat feedback atau kesalahan secara objektif dan long-term

Ini cerita dikit soal my previous manager. Jadi, waktu itu aku mendapat skor jelek untuk pertama kalinya.

Aku langsung bilang kayak, “Sorry ya artikelku jelek banget. Please tell me apa yang harus aku tingkatkan.” Dan dia bilang, “No, stop it. Jangan minta maaf. Kamu selama ini did a VERY great job kok.  Cuman, yang ini lebih blablabla… (feedback).”

Terus, pernah aku dapat skor jelek beberapa kali berturut-turut terus aku sedih.

Dan, my current manager (yang orang Amerika) mengingatkanku lagi soal common humanity di atas dan menyuruhku buat menganalisis lagi secara perlahan letak kesalahanku setelah take a deep breath biar lebih tenang. Lol.

Intinya: feedback atau kesalahan bisa terjadi karena banyak hal. Pahami kalau kita punya ups and downs dan anggap itu sebagai proses belajar kita juga biar lebih baik kedepannya.

Ps. Sepertinya kita enggak hanya perlu belajar buat (lebih tegas) memberi komentar yang suportif tapi juga menerima komentar dari orang lain.

Memberikan “waktu” buat merasa sedih, kecewa, dan lainnya

Exactly. Kalau kita (in this case aku), langsung bereaksi terhadap kesalahan yang kita buat, kita akan lebih merasa emosi. Telling ourselves that we’re not good AT ALL.

Sebuah studi bilang kalau emosi yang berkaitan sama self-criticism, kayak malu dan merasa hina (LOL), akan berakhir dalam 30 sampai 50 menit. Jadi, pada saat itu, perbolehkan dirimu buat fully experience the feelings. Pakai timer deh kalau perlu. Terus, let’s move forward!

border for blogPas aku riset buat tulisan ini, aku merasa ngangguk terus aja waktu baca tanda-tanda terlalu keras pada diri sendiri. And I’m not proud of that… Aku yakin mengatasi “masalah” ini butuh waktu dan support yang baik, terutama dari diri sendiri.

Yes, the tips are easier said than done. But, at least we can take baby steps and be more proud and understanding toward ourselves.

Mari kita baik pada diri sendiri!

Dari saya yang lelah being too hard on myself,

everlideen

Share this post via:

Comments

One response to “Terlalu Keras Pada Diri Sendiri: Ciri-ciri, Alasan, dan Cara Mengatasinya”

  1. Waktu untuk bersedih , kecewa dan semacamnya berkisar 30 menit sampai 1 jam,
    Kita bisa masuk kembali pada orang yang kita buat sedih di detik detik itu.
    Untun membuat sedih kembali
    Wkwkwkkw
    Kejam banget, bercanda.

    Waktu untuk mereasa terhina cuma sebentar ya. Lalu kita bia bangkit lagi.